
MetronusaNews.co.id l Sorong – Tragedi Truk Maut di Sorong: Tiga Nyawa Melayang, Supir Bocah Ditahan – Pemilik Truk Tak Tersentuh Hukum.13/04/2025.
Duka mendalam menyelimuti keluarga Sutarno, seorang purnawirawan TNI, setelah anak perempuan, anak menantu, dan cucunya yang masih berusia tiga tahun tewas mengenaskan dalam kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Sorong. Ironisnya, truk Mitsubishi Canter yang menghantam sepeda motor mereka dikemudikan oleh seorang remaja di bawah umur, Rajab (16), yang ternyata bekerja sebagai helper di perusahaan kayu milik seorang pengusaha bernama Ketu.
Rajab kini ditahan di Polres Sorong. Namun, alih-alih menjadi pintu masuk membongkar rantai kelalaian dan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan tempatnya bekerja, kasus ini justru menyoroti ketimpangan penegakan hukum: pemilik truk tak tersentuh hukum, bahkan cenderung “diamankan” dari jerat pasal pidana.
Dalam mediasi yang digelar di kantor Satuan Lalu Lintas Polres Sorong pada kamis (10/4/2025) lalu, keluarga Rajab mencoba menempuh jalan damai. Anehnya, Rajab tidak dihadirkan karena alasan keamanan. Sementara itu, Ketu—pemilik truk—hadir langsung, namun tidak ditetapkan sebagai tersangka ataupun terperiksa.
“Kenapa yang disalahkan cuma anak ini? Dia masih di bawah umur dan seharusnya tidak boleh pegang setir. Tapi faktanya, dia sudah beberapa kali bawa truk milik Ketu. Itu artinya bukan lagi kelalaian sekali,” tegas Sutarno.
Kemarahan keluarga korban makin memuncak ketika seorang pria berkaos POLHUT, yang mengaku rekan Ketu, menyatakan bahwa pemilik truk juga adalah “korban”, karena kendaraannya kini ditahan dan tidak bisa lagi digunakan untuk beroperasi mencari uang.
“Ini sangat tidak etis. Kami berbicara tentang tiga nyawa yang melayang, bukan tentang uang dari seonggok besi bernama truk,” ujar Riswandi Pandjaitan, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Papua Barat Daya, yang mendampingi keluarga korban.
Sejumlah ahli hukum menilai, kasus ini mengandung banyak pelanggaran yang tidak bisa dibiarkan. Dalam wawancara terpisah, seorang kerabat korban yang juga menjabat sebagai lurah dan berlatar belakang sarjana hukum menyebutkan, “UU Ketenagakerjaan dengan jelas melarang pengusaha mempekerjakan anak di bawah umur. Dalam hal ini, Rajab jelas masih 16 tahun dan seharusnya tidak berada di balik kemudi.”
Mengacu pada Pasal 68 dan 183 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pelaku usaha yang mempekerjakan anak bisa dipidana hingga 4 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah.
Sementara itu, Pasal 359 KUHP menyebutkan bahwa siapa pun yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dapat dihukum penjara hingga lima tahun. Ketu sebagai pemilik truk diduga lalai, karena membiarkan Rajab mengendarai kendaraan berat tanpa SIM dan pelatihan memadai.
Pengamat kebijakan publik asal Maybrat, Frans Baho, turut menyoroti penanganan perkara yang dinilainya janggal dan patut diawasi. Ia mempertanyakan kenapa pihak kepolisian hanya fokus pada anak yang menjadi pelaku, tanpa membuka ruang penyelidikan terhadap Ketu dan legalitas usahanya.
“Saya curiga ada relasi informal antara pemilik truk dan aparat. Apalagi dalam mediasi, saya lihat beberapa anggota Polres yang tidak berkepentingan ikut hadir. Ini mengundang tanya,” ungkap Frans.
Ia juga menyarankan agar izin usaha kayu milik Ketu segera diperiksa. “Jangan sampai hanya modal koordinasi, lalu bebas dari hukum,” ujarnya.
Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana hukum bisa tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Seorang anak, Rajab, dijadikan satu-satunya tersangka, sementara pihak yang mempekerjakannya dan bertanggung jawab atas kepemilikan truk justru nyaris tak tersentuh.
Banyak pihak menyerukan agar Kepolisian Daerah Papua Barat Daya dan Kejaksaan turun tangan untuk membuka kembali kasus ini secara objektif dan menyeluruh, serta melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Perlindungan Anak.
“Ini bukan sekadar kasus kecelakaan. Ini soal keadilan dan keselamatan publik. Jika pengusaha bisa seenaknya mempekerjakan anak dan lolos dari hukum, maka besok-besok bisa jadi korban berikutnya adalah anak kita sendiri,” ujar Riswandi Pandjaitan. (TIM/Red)
Sumber : Anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilayah Papua Barat Daya