
MetronusaNews.co.id | Sorong, PBD – Kepala Suku Kaiso Salmon Sira, sesalkan terjadinya perampokan hasil hutan di Daerah hak Ulayat adat suku Kaiso di kampung Kais,.Distrik Kais Kabupaten Sorong Selatan. Sorong Selatan, 16/03/2025.
PT..Mitra Pembangunan Global (MPG), sudah beroperasi selama.8 tahun sejak tahun 2015 sampai sekarang belum membayar hasil pengolahan hutan berupa kayu merbau dan rimba campuran.
begitulah tutur Yesaya Saimar selaku pemilik hak ulayat hutan, dan biaya biaya yang melibatkan masyarakat setempat dari Suku Kaiso dengan nada kesal.
pihak perusahaan hanya dapat menggubar janji janji manis, sampai pada akhirnya mereka amgkat kaki dari kampung Kais.
tutur Yesaya.
hal ini di perkuat dengan pernyataan dari Simon M.Soren, SH.MH, selaku pengacara.dari masyarakat suku Kaiso.
semua dokumen perjanjian awal, antara pihak perusahaan dengan masyarakat pemilik hak Ulayat adat semua ada.
PT. MPG, sudah beroperasi mengolah hasil hutan atas kayu merbau dan rimba campuran sejak tahun 2015, sampai mereka angkat kaki dari sini tutur Salmon
Oleh karena tidak dibayarkan hasil pengolahan hutan tersebut maka masyarakat adat menyita satu buah TugBoat dan Tongkang dengan nama TB Fransisco.
yang akhirnya dihebohkan dengan hilangnya sebuah kapal tongkang milik PT MPG di Wilayah Distrik Kais Kabupaten Sorong Selatan, di perairan Kampung Kais, pada hal kapal tersebut diketahui dipindahkan dan diamankan oleh karena permintaan dari masyarakat pemilik hak Ulayat dengan adanya surat dari pengacara yang ditujukan kepada Lantamal XIV Sorong.
Sehingga Lantamal menggerakan Kapal Umsini untuk mengamankan Tugboat dan Tongkang ke suatu tempat tertentu, pada hari minggu tanggal 16 maret 2025, hal ini hanya sebagai jaminan, dari PT MPG kepada
masyarakat pemilik hak ulayat hutan agar masalah tuntutan masyarakat kepada PT. MPG untuk dapat menyelesaikan tuntutan kompensasi dari hasil pengolahan hasil hutan diatas tanah hak ulayat masyarakat ada Kaiso selama 8 tahun.
Tugboat dan tongkang tersebut dipindahkan oleh karena masyarakat merasa terintimidasi dari Abdul Karim S. yang tidak beralasan, jelas Simon, selaku pengacara.
akan tetapi kemudian munculah pengakuan pihak perwakilan PT MPG, Sawaludin yang menyebut bahwa kapal tongkang tersebut sejatinya merupakan barang bukti kasus dugaan pencurian yang sudah dipolice line,
karena sementara diproses hukum di Polres Sorong Selatan.
Bahkan Sawaludin mengaku bingung dengan pemindahan kapal karena pihaknya sebagai pelapor tidak diberitahu.
dalam menanggapi pemberitaan tersebut, kuasa hukum masyarakat adat pemilik hak Ulayat Simon, secara tegas mengatakan bahwa apa yang dilakukan Sawaludin bersama pihak PT MPG merupakan sebuah kebohongan publik. Bahkan ia menuding PT MPG sedang melakukan upaya playing victim (seolah menjadi korban), untuk membebaskan diri dari tuntutan masyarakat adat pemilik ulayat terkait ganti kerugian kerusakan hutan dan pengolahan kayu merbau dan rimba campuran sebesar Rp 10 milyar yang sampai saat ini tidak dapat diselesaikan.
Simon mengatakan persoalan kapal sebenarnya hanya sebagai jaminan saja, yang bisa dibicarakan, karena masih ada akar persoalan yang perlu diurai terlebih dahulu. Apalagi, kata Simon Kapal Tongkang milik PT MPG tersebut pada kenyataannya tidak hilang ataupun dicuri. Kapal tersebut selama ini masih ada di lokasi dan baru dipindahkan, sebagai bagian dari respon masyarakat terhadap sikap perusahaan yang dinilai acuh tak acuh dengan tuntutan mengenai hak-hak masyarakat adat, khususnya
PT MPG Diduga Playing Victim, Abaikan Tuntutan Rp 10 Milyar Dari Masyarakat Adat
Tuduhan pencurian terhadap masyarakat adat Papua terkait kapal tongkang milik PT MPG memicu kemarahan. Kuasa hukum masyarakat adat, Simon M. Soren, SH.MH. menegaskan bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah keji yang digunakan untuk menutupi fakta bahwa perusahanlah yang sebenarnya telah merampok hak-hak masyarakat adat.
Siapa Pencuri yang Sebenarnya? Kami Pemilik Tanah, Kalian yang Menjarah.
Simon menegaskan bahwa masyarakat adat tidak mungkin mencuri di tanah mereka sendiri. Justru, PT MPG yang datang dan menjarah hutan serta meninggalkan tanggung jawabnya kepada masyarakat setempat.
“Jangan membalikkan fakta, Kalian yang datang ke tanah kami, kalian yang mengambil kayu kami, tapi ketika kami menuntut hak, malah kami yang dituduh sebagai pencuri?
Ini merupakan suatu penghinaan terhadap masyarakat adat Papua,
Kalau kalian merasa punya hak atas kapal itu, mana buktinya? tegas Simon.
Ia juga menegaskan bahwa kapal tersebut ditahan sebagai bentuk jaminan adat karena PT MPG meninggalkan daerah tersebut tanpa menyelesaikan kewajibannya kepada masyarakat adat.
“Perusahaan ini sudah lama pergi tanpa membayar sewa tambat kapal, pesangon karyawan, dan hak-hak masyarakat adat, Kapal ini kami amankan sebagai hak adat, bukan dicuri Jangan bermain playing victim untuk menutupi dosa kalian sendiri, tambahnya.
Menurut Simon, PT MPG sudah beroperasi sejak tahun 2015, setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kais dalam rangka peresmian perkebunan sawit Perhutani. Namun, tiba-tiba mereka muncul kembali dengan laporan pencurian kapal yang telah mereka tinggalkan bertahun-tahun.
“Kalau memang kapal ini milik mereka, kenapa baru sekarang mereka ribut? Delapan tahun lebih kapal itu dibiarkan, masyarakat adat yang menjaga! Tiba-tiba mereka datang dan mengklaim tanpa menunjukkan tanggung jawabnya,
Jangan-jangan ini hanya akal-akalan untuk merebut kembali, kata Simon dengan nada curiga.
Simon menegaskan bahwa pihaknya siap membuktikan bahwa PT MPG telah meninggalkan kewajiban hukum dan adat, termasuk membayar kompensasi kepada masyarakat adat.
Simon juga mengungkap adanya keterlibatan anggota DPR RI Dapil Papua Barat Daya yang diduga ikut campur dalam kasus ini. Ia menilai ada upaya politis untuk menekan masyarakat adat agar tunduk pada kepentingan perusahaan.
“Kami tahu ada tangan-tangan politik yang bermain di sini Perusahaan ini tidak mungkin berani bertindak sejauh ini tanpa dukungan dari pihak tertentu.
Kami minta nama-nama oknum yang bermain ini dibuka ke publik, ungkapnya.
Menurut Simon, masyarakat adat tidak akan diam jika ada intervensi dari pihak-pihak yang ingin mengkriminalisasi mereka demi keuntungan segelintir orang.
Masyarakat adat Papua tidak bodoh kami tahu siapa kawan dan siapa lawan.
Kalau ada oknum DPR RI yang bermain, kami akan lawan sampai ke pusat!” tegasnya.
Polisi Harus Netral, Jangan jadi Alat Perusahaan atau pihak pihak tertentu, yang terlibat secara tidak langsung dalam masalah ini.
Simon juga mempertanyakan legalitas laporan polisi yang diajukan oleh seseorang bernama Sawaludin.
Siapa Sawaludin ini, Apa status hukumnya dalam kasus ini, Apakah dia pemilik sah,
Jika bukan, berarti ada yang tidak beres dalam kasus ini,
Simon mengatakan bahwa aparat kepolisian, jangan sampai menjadi alat perusahaan untuk menindas masyarakat adat, ujarnya.
Ia meminta aparat kepolisian bersikap netral dan objektif, bukan justru berpihak kepada kepentingan perusahaan yang rekam jejaknya bermasalah.
Jangan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, kalau memang PT MPG punya hak atas kapal itu, mari kita selesaikan pada jalur sebenarnya dan membuktikan di pengadilan, bukan dengan kriminalisasi masyarakat adat!” tagasnya.
Di akhir pernyataannya, Simon meminta Kapolda Papua Barat Daya, Gubernur terpilih, dan Bupati Sorong Selatan untuk segera turun tangan menyelesaikan kasus ini.
Pemerintah daerah jangan diam, Ini menyangkut keadilan masyarakat hak Ulayat adat, masa kita selalu menjadi obyek penderita dalam segala hal padahal semua kejadian terjadi di atas tanah hak ulayat adat suku Kaiso,
Kalau negara punya hati dan benar-benar melindungi masyarakat hak hak Ulayat adat Papua pada umumnya, maka kami suku Kaiso merupakan bagian dari itu, ini saatnya untuk negara bisa membela hak hak masyarakat suku Kaiso, tegas simon.
Simon menambahkan bahwa masyarakat adat suku Kaiso tidak akan menyerah dalam perjuangan hak hak mereka.
Kami berkomitmen, untuk tidak mundur dan terus berjuang sampai hak-hak kami dipenuhi, jangan harap kami tunduk kepada mereka yang datang untuk merampok tanah kami, mengakhiri pernyataannya.
(Annis Br)