
MetronusaNews.co.id | Raja Ampat, 16/04/2025 – Ketua Aliansi Papua Barat Daya for Prabowo-Gibran, Adrianus Wanma, melontarkan kritik tajam terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat, Yusuf Salim, terkait janji pembentukan Tim Appraisal untuk menyelesaikan polemik ganti rugi lahan pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Folley di Distrik Misool Timur. Hingga kini, tim yang dijanjikan tak kunjung terbentuk.
“Sudah lebih dari setahun masyarakat menunggu, tapi sampai hari ini, Tim Appraisal itu tak pernah ada. Lalu untuk siapa sebenarnya Yusuf Salim bekerja? Untuk rakyat atau kepentingan terselubung?” tegas Adrianus saat diwawancarai, Selasa (16/4/2025).
Menurutnya, janji pembentukan Tim Appraisal itu hanyalah manuver manis untuk meluluhkan hati masyarakat adat agar membuka palang yang sempat menghentikan aktivitas pelabuhan pada 21 Agustus 2024. Ia bahkan menyebut Yusuf Salim telah melakukan pembohongan publik.
Adrianus menegaskan, pembohongan publik itu terbukti dalam pertemuan resmi yang digelar di Situation Room, Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden pada 19 Januari 2024. Dalam forum yang dipimpin Helson Siagian (Tenaga Ahli Utama Kedeputian I KSP), Yusuf Salim menyatakan Pemkab sudah memiliki dokumen pelepasan lahan dari pemilik tanah ke pemerintah daerah.
“Pernyataan itu tercatat di poin 5 rapat. Tapi faktanya, sampai detik ini, tidak ada satu pun dokumen pelepasan lahan. Masyarakat adat pemilik hak ulayat tidak pernah menandatangani atau menyerahkan tanah itu. Ini jelas kebohongan,” ungkap Adrianus.
Tak hanya itu, dalam pertemuan dengan tokoh adat, gereja, dan masyarakat Folley pada 22 November 2024, Yusuf Salim kembali membuat pernyataan kontroversial dengan menyebut aksi pemalangan pelabuhan bukan berasal dari pemilik hak ulayat, melainkan hanya ulah “beberapa oknum”.
“Yusuf Salim seperti tidak paham struktur adat. Di masyarakat Folley, semua orang tahu siapa pemilik sah tanah itu. Dan mereka-lah yang melakukan pemalangan. Jadi siapa yang dia maksud oknum? Jangan remehkan masyarakat adat!” tegasnya.
Dalam pertemuan itu pula, Yusuf Salim mengatakan bahwa ganti rugi belum dibayarkan dan Pemkab akan menyelesaikannya sesuai mekanisme dengan membentuk Tim Appraisal resmi. Namun hingga kini, janji tinggal janji.
Sebagai pimpinan organisasi pendukung Presiden Prabowo, Adrianus berharap masalah ini menjadi perhatian langsung Presiden RI.
“Saya minta Bapak Presiden Prabowo bantu masyarakat kecil. Jangan biarkan elite lokal menindas rakyat. Saya juga minta Kapolri, Jaksa Agung, dan KPK usut tuntas dugaan kebohongan dan penyalahgunaan kewenangan ini. Kami akan kawal sampai tuntas,” tegasnya.
Adrianus menyebut Yusuf Salim telah melakukan pembohongan saat menghadiri rapat resmi di Situation Room, Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden pada 19 Januari 2024. Dalam forum yang dipimpin Helson Siagian (Tenaga Ahli Utama Kedeputian I KSP), Yusuf mengklaim Pemkab Raja Ampat telah mengantongi dokumen pelepasan lahan dari pemilik ulayat untuk pembangunan pelabuhan.
“Faktanya, masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat tidak pernah menyerahkan tanah mereka secara resmi. Tidak ada dokumen pelepasan hak. Ini bohong, dan ini bisa dibuktikan dengan adanya pemalangan pelabuhan yang dilakukan oleh pemilik tanah sendiri,” kata Adrianus.
Adrianus menegaskan bahwa tindakan Yusuf Salim juga telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, terutama Pasal 43 yang menegaskan bahwa:
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menghormati, melindungi, memberdayakan, dan mengakui hak masyarakat hukum adat, termasuk hak ulayat atas tanah, air, dan sumber daya alam lainnya.”
“Lalu di mana penghormatan itu ketika tanah masyarakat diambil tanpa proses legal formal dan tanpa seizin pemilik hak ulayat? Bukankah ini pelanggaran terhadap semangat Otsus itu sendiri?” ujar Adrianus dengan nada kecewa.
Adrianus juga membantah klaim Yusuf Salim dalam pertemuan 22 November 2024 di Folley, yang menyebut aksi pemalangan dilakukan oleh oknum dan bukan aspirasi pemilik hak ulayat.
“Dalam struktur adat Folley, sangat jelas siapa yang memiliki tanah. Yang memalang pelabuhan adalah para pemilik sahnya. Pernyataan Yusuf Salim justru menyulut kemarahan warga karena dianggap merendahkan eksistensi hukum adat,” tegasnya.
Sebagai ketua organisasi pendukung Presiden Prabowo di Papua Barat Daya, Adrianus meminta agar masalah ini menjadi perhatian langsung Presiden Prabowo.
“Saya minta Bapak Presiden Prabowo bantu masyarakat kecil. Jangan biarkan elite daerah mengabaikan hak adat demi proyek. Saya juga minta Kapolri, Jaksa Agung, dan KPK mengusut tuntas dugaan kebohongan dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus ini,” serunya.
Redaksi: Tim