
MetronusaNews.co.id | Bolaang Mongondow, Sulut – Dalam pelaksanaan Program bantuan TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) dari PT. PLN UPT Manado yang di laksanakan pada tahun 2023 di duga ada keterlibatan kepala desa Otam yang menimbulkan potensi kerugian sekitar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang di lakukan oleh kepala desa otam. Hal ini di perkuat oleh keluhan masyarakat setempat.
Dalam penelusuran langsung oleh Tim media Metronusa News, salah satu warga yang enggan di sebutkan namanya mengatakan, “keterlibatan Kades otam dalam hal pelaksanaan TJSL tahun 2023 lalu sudah merupakan penyalahgunaan wewenang dan sudah menimbulkan kerugian masyarakat Akibat konflik kepentingan sekitar 200jt”. Ucap salah satu warga di desa otam.
Perlu Diketahui bahwa program TJSL tersebut menyerahkan sekitar 10.000 bibit vanili kepada kelompok tani setempat, lengkap dengan dukungan biaya penanaman berkelanjutan, dengan total nilai bantuan mencapai Rp 311.250.000.
Agar informasi berimbang, Tim media Metronusa News konfirmasi langsung kepada kepala desa otam, “Saya sudah di panggil oleh pihak kejaksaan dan saya sudah memberikan keterangan disana”, Ucap Kepala desa Otam.
Ada beberapa hal yang harus masyarakat ketahui bahwa Kepala desa tidak diperbolehkan menjadi penyedia barang atau jasa (termasuk bibit) yang dananya bersumber dari Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau dana-dana desa lainnya, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dasar Hukum yang Melarang:
1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (jo. Perpres 12/2021):
Pasal 7 ayat (1) huruf c:
“Dalam Pengadaan Barang/Jasa, setiap pihak yang terlibat harus menghindari dan mencegah terjadinya konflik kepentingan.”
Pasal 13 ayat (1):
“Penyedia Barang/Jasa dilarang memiliki hubungan afiliasi dengan pihak yang melakukan proses pengadaan.”
Kepala desa sebagai pemegang jabatan publik tidak boleh terlibat sebagai pihak ketiga atau penyedia, karena jelas merupakan konflik kepentingan.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:
Pasal 29 huruf e dan f:
Kepala Desa dilarang:
(e) melakukan tindakan merugikan kepentingan umum
(f) melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)
3. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa:
Pasal 3:
Pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, dan tertib anggaran.
Kepala desa bertugas mengelola, bukan mengambil keuntungan atau menjadi penyedia dari kegiatan desa.
Jika mengacu pada peraturan tersebut, bahwa Kepala desa tidak boleh menjadi penyedia bibit (pihak ketiga) dalam kegiatan yang dibiayai oleh TJSL, Dana Desa, atau dana pemerintah lainnya. Hal ini dilarang karena bertentangan dengan prinsip pengadaan, rawan konflik kepentingan, dan berpotensi melanggar hukum pidana (korupsi/penyalahgunaan wewenang).
Harapan warga kepada Aparat penegak Hukum dan Inspektorat agar segera memeriksa Kades Otam dalam dugaan peyalahgunaan wewenang sehingga menimbulkan kerugian masyarakat.
(Abo’ Mokoginta/Red)