
MetronusaNews.co.id | Bolaang Mongondow, Sulut – Gelombang Keresahan warga atas dugaan tindak pidana korupsi yang di lakukan kepala desa Otam kecamatan passi barat, kabupaten Bolaang Mongondow semakin memuncak, Keseriusan masyarakat terhadap kasus ini bisa di lihat dari laporan yang mengatasnamakan organisasi Gabungan Analisa Masyarakat Adat (GAMAAdat) Desa Otam ke Kejaksaan Negeri Kotamobagu pada 21 Maret 2025.
Laporan masyarakat tersebut di perkuat dengan adanya fakta dan informasi yang berkembang ditengah masyarakat melalui BAKID UMUM di BALAI DESA, terkait laporan pertanggung jawaban pemerintah desa Otam yang dirangkaikan dengan pembahasan peraturan desa Otam yang tidak mendapatkan kesimpulan, pada hari Sabtu, 18 Januari 2025 bertempat di Gedung Pemberdayaan Masyarakat (GPM ) yang terletak dikompleks Gardu Induk PLN desa Otam kecamatan Passi Barat kabupaten Bolaang Mongondow provinsi Sulawesi Utara.
Masyarakat mengetahui bahwa di desa Otam terindikasi terdapat banyak dugaan penyelewengan terhadap keuangan desa dari Tahun Anggaran 2022 s/d 2024.
Adapun dugaan penyelewengan keuangan desa Tahun Anggaran tersebut diatas
sebagaimana dimaksud, terindikasi dari adanya penyampaian laporan
pertanggungjawaban Tahun Anggaran 2024 melalui BAKID UMUM dimana dalam sesi dialog, Kepala Desa tidak mampu menjawab dan menjelaskan terkait pertanyaan keuangan desa, yang diduga tidak sesuai realisasi yang nyata dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh masyarakat dilapangan.
Hal ini didukung adanya fakta dan informasi serta kondisi dilapangan sebagai barikut :
1.Kepala desa Otam tidak terbuka tentang informasi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini terbukti bahwa setiap kegiatan pembangunan di desa otam tidak terpampang papan informasi kegiatan pembangunan, tidak adanya sosialisasi APBDes sebagaimana dalam aturan undang-undang , serta tidak mampu memberikan penjelasan terkait pertanyaan beberapa masyarakat masalah keuangan desa pada saat pemaparan laporan pertanggung jawaban akhir Tahun Anggaran, tidak melaporkan Dana Prestasi Desa sebesar Rp 208.000,000 tahun 2022 serta dana tambahan sebesar Rp 139.000,000 tahun 2023 dan lain-lain.
2.BPD tidak menjalankan tugas dan fungsinya. Terlebih dalam kegiatan pengawasan terhadap setiap pelaksanaan pekerjaan pembangunan, terbukti bahwa BPD menerima serats persen bahkan lebih dengan tidak menghiraukan penolakan salah satu Lembaga Adat pada pemaparan laporan pertanggungjawaban Tahun Anggaran 2023. Hal ini berdasarkan keterangan Ketua Lembaga Adat yang bersangkutan.
3.Kepala desa membentuk Tim Pelaksana Kegiatan ( TPK ) dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur dan tata cara yang sudah diatur dalam peraturan menteri terkait. Mengingat warga desa menilai bahwa TPK yang dibentuk tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang di tentukan dalam peraturan yang dimaksud . hal ini terbukti pembentukan TPK tidak melalui Musyawarah Desa ( Musdes ) akan tetapi hanya ditunjuk langsung oleh kepala desa yang bukan berasal dari unsur perangkat desa , Lembaga kemasyarakatan, Tokoh masyarakat maupun masyarakat yang berkompoten.
4.Tim Pelaksana Kegiatan ( TPK ) tahun anggaran 2023 tidak melaksanakan fungsi sesuai tugas dan kewajibannya. Karena sesuai temuan dilapangan ada beberapa anggota TPK tidak dilibatkan dalam beberapa pekerjaan pembangunan proyek desa.
5.Adanya pembuatan menara untuk tong penampungan air dihalaman masjid Al-Ikhas Desa Otam , yang dikerjakan secara gotong royong (kerja bakti ) oleh masyarakat desa, diduga dimasukan dalam Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Dana Desa.
6.Adanya indikasi pembuatan laporan fiktif oleh Bendahara Dana Desa dan telah diduga markup anggaran terkait kegiatan pekerjaan pentras Gedung Pemberdayaan Masyarakat (GPM) tahun anggaran 2022 – 2024 yang dikerjakan secara gotong royong ( Kerja Bakti ) oleh perangkat desa dan beberapa masyarakat, akan tetapi dimasukan dalam laporan pertanggung jawaban ( LPJ ) dana desa. dan pembelian material dihitung dari nol (anggaran belanja fiktif ). Sementara masih tersedianya sisa material pekerjaan badan Gedung Pemberdayaan Masyarakat( GPM ) yaitu sebagai berikut :
-. Besi ulir 16” sebanyak 48 ujung
-, Besi 12” sebanyak 16 ujung
-, Batu kali ± 5 dump truck
-, Batu bata merah ± 7000 biji
-, Pasir dan kerikil ± 2 m3
-. Papan kayu cempaka panjang 4 m, tebal 4 cm, dan lebar 30 cm, Sebanyak ± 2 m3
7.Sisa paket pekerjaan pemerintahan sebelumnya yang sudah selesai ± 40 %, diduga di LPJ kan dari nol, yaitu pekerjaan Jembatan Igurang dan Jembatan Gataton sesuai keterangan TPK pemerintahan sebelumnya.
8.Paket pekerjaan rabat beton jalan Gataton–Adow ±250 m dengan anggaran Rp 101.000,000 ditambah dana pemeliharaan jalan sebesar Rp 20.000.000 dana desa tahun anggaran 2023 tidak ada laporan pertanggungjawaban, sesuai keterangan beberapa masyarakat desa otam.
9.Terdapat pekerjaan yang didanai melalui anggaran dana desa telah dilaksanakan tanpa lewat musyawarah desa (MUSDES). Yaitu pekerjaan talud yang dibentuk seperti jam dinding yang terletak diperbatasan antara desa otam dan desa bulud. Yang mana sebagian material yang digunakan dalam pekerjaan tersebut dipinjam kepada masyarakat sekitar antara lain : kerikil dan batu kali dan sampai pekerjaan selesai, material tersebut tidak dikembalikan.
10.Terdapat satu pekerjaan yang belum selesai hingga tahun 2024 (proyek desa mangkrak) dengan alasan dana habis digunakan, yaitu pekerjaan talud diarea pinggir lapangan olaraga belum kunjung selesai.
11.Dan dalam pelaporan keuangan desa dari tahun 2022 sampai dengan 2024 tidak disampaikan adanya SILPA .
12.Pengurus badan usaha milik desa (BUMDES) tidak di SK kan menurut keterangan sekretaris bumdes
13.Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang dikelolah melalui usaha warung serba ada (WASERDA) tidak berkembang sehingga sudah diganti usaha simpan pinjam dan saat ini tidak ada kejelasan dana tersebut.
14.Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun anggaran 2022 sampai dengan tahun anggaran 2024, diduga ada beberapa masyarakat berhak menerima, tidak menerima salah satu bantuan sosial pemerintah tersebut.
15.Uang Operasional Lembaga adat sebanyak 3 % dari Dana Desa sampai sekarang tidak ada kejelasan dari pemerintah desa. dan hal tersebut sudah pernah ditanyakan oleh beberapa anggota lembaga adat desa Otam, akan tetapi dari kepala desa menyampaikan dan mengakui bahwa dana opersional 3 % tersebut adalah milik kepala desa.
16.Bantuan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2022 senilai Rp. 50.000.000.- (Lima piuluh juta rupiah) yang diperuntukan bagi Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Otam, dengan tujuan ; Mensukseskan dan mewujudkan desa tanpa kemiskinan melalui program peningkatan produksi tanaman pangan dan holtikultura; Pengurus hanya dimintakan untuk menandatangani dokumen-dokumen yang terkait program tersebut termasuk dokumen pencairan dana, tetapi dana tidak direlaisasikan kepada pengurus KWT. Pengurus hanya memperolah penghasilan melalui hasil usaha mandiri yang dikelola pengurus dan suami masing-masing.
Pengurus KWT Desa Otam dibentuk pada 26 April 2022, dan saat ini sudah tidak aktif lagi.
17.Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ataw Corporate Social Responbility (CSR) dari PT PLN sebanyak Rp 311.000,000 tidak tepat sasaran yaitu sebagai berikut :
a.Ada beberapa masyarakat yang masuk lokasih kawasan sutet tidak menerima bantuan dana tersebut
b.Kepala desa otam menjadi pihak ke tiga (bagian penyedia bibit) dan menerima uang sebesar Rp 200.000,000 secara tunai dengan alasan bahwa uang tersebut untuk pembelian bibit .
c.Berdasarkan keterangan pada No 14 Point ( b ) diatas terkait dana CSR kepala desa tidak bisa menjadi pihak penyedia barang dalam pengadaan yang didanai oleh CSR (Corporate Social Responbility) atau sumber dana lainnya. Hal ini karena ada beberapa faktor yaitu :
Benturan kepentingan :
Kepala Desa adalah pejabat publik yang bertanggungb jawab dalam keuangan desa, termasuk dana yang diterima dari CSR . jika kepala desa bertindak sebagai penyedia barang atau jasa, maka ada konflik kepentingan yang berpotensi menimbulkan penyalagunaan wewenang jabatan.
Aturan dalam pengadaan barang dan jasa :
Dalam pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan desa, harus mengacu pada peraturan presiden No. 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah , serta peraturan LKPP yang mengatur prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan persaingan yang sehat.
Potensi Korupsi :
Jika Kepala Desa menjadi penyedia barang dan jasa , ada resiko penyalagunaan jabatan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kesimpulannya:
Jika ada dana CSR yang masuk ke desa, pengelolaannya harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, misalnya melalui BUMDES atau mekanisme lain yang tidak melibatkan kepala desa sebagai pelaksana langsung penyediaan barang/jasa.
DUGAAN PELANGGARAN
– Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana – Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.
– Undang-undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 20 Tahun 2001.
– Undang-undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
– Undang-undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia ,beserta Peraturan Pelaksanaannya.
– Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta peraturan pelaksaannya. – Surat Himbauan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) No. B.7508 Terkait Pengelolaan Keuangan Desa/Dana Desa.
– Peraturan Perundang-undangan terkait Desa ditingkat Daerah Provinsi Sulawesi Utara Dan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow.
Sumber : Laporan GAMAAdat Desa Otam
(Abo’ Mokoginta)