
MetronusaNusa.co.id l Cilacap – Polemik pemasangan tiang jaringan Wi-Fi ION di Dusun Nusajaya, Desa Bojong, yang sempat menuai protes warga, akhirnya berujung damai.
Supervisor Wi-Fi ION wilayah Cilacap, Bayu Pamudi, secara langsung mendatangi rumah warga pemilik pekarangan dan menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan pemasangan tiang tanpa izin sebelumnya, Rabu (18/06/2025)
Sebelumnya, tim vendor pemasangan tiang jaringan Wi-Fi ION menempatkan tiang besi di pekarangan rumah warga tanpa sosialisasi dan persetujuan.
Penolakan tegas dari pemilik lahan membuat tim pekerja akhirnya memindahkan tiang tersebut ke lokasi lain di sebelahnya.
“Kami dari Wi-Fi ION memohon maaf atas kesalahan vendor dalam pemasangan tiang tanpa izin terlebih dahulu,” ungkap Bayu Pamudi.
Ia menambahkan bahwa pihaknya sebenarnya sudah memberitahukan titik lokasi dan koordinat pemasangan tiang kepada vendor.
Bayu juga menegaskan bahwa perizinan dari desa untuk pemasangan tiang sudah ada. “Untuk itu kami datang mengklarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat,” tambahnya.
Prosedural Pemasangan Jaringan Tiang Wi-Fi dan Aturan yang Relevan
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur dan aturan dalam setiap pembangunan infrastruktur, termasuk jaringan telekomunikasi.
Meskipun izin dari desa telah dikantongi, ada beberapa aspek prosedural dan aturan yang harus diperhatikan untuk memastikan pemasangan tiang jaringan Wi-Fi berjalan lancar dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari:
* Izin Lingkungan (UKL-UPL):
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), setiap usaha atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Pemasangan tiang jaringan, meskipun skalanya kecil, umumnya tetap memerlukan UKL-UPL sebagai bentuk komitmen pengelolaan dampak lingkungan. Ini juga menjadi prasyarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
* Sosialisasi dan Persetujuan Warga Terdampak:
Meskipun izin dari desa mungkin telah diperoleh, sosialisasi langsung kepada pemilik lahan atau warga yang terdampak langsung oleh pemasangan tiang merupakan langkah krusial. Hal ini sejalan dengan prinsip partisipasi masyarakat dalam UUPPLH dan juga sebagai bentuk penghormatan terhadap hak-hak warga. Ketiadaan sosialisasi seringkali menjadi pemicu utama protes dan konflik di lapangan, seperti yang terjadi di Bojong.
* Izin Pemanfaatan Tanah/Ruang (Jika Diperlukan):
Jika pemasangan tiang berada di lahan pribadi atau area yang memerlukan izin khusus, persetujuan tertulis dari pemilik lahan menjadi mutlak. Hal ini untuk menghindari sengketa di kemudian hari.
* Koordinasi dengan Pihak Terkait:
Penyedia layanan Wi-Fi atau vendor wajib berkoordinasi tidak hanya dengan pemerintah desa, tetapi juga dengan dinas terkait di tingkat kabupaten/kota, seperti dinas pekerjaan umum, dinas komunikasi dan informatika, atau dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPMPTSP) untuk memastikan semua perizinan terpenuhi sesuai regulasi daerah.
* Kepatuhan terhadap Tata Ruang:
Pemasangan tiang juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat. Penempatan tiang tidak boleh mengganggu fungsi jalan, saluran air, atau fasilitas umum lainnya, serta tidak menghalangi akses atau mengganggu estetika lingkungan.
Kasus di Bojong ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik penyedia layanan maupun vendor, untuk selalu mengedepankan prosedur yang akurat dan transparan dalam setiap aktivitas pembangunan, terutama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan lingkungan.
(Sas)