
MetronusaNews.co.id | Probolinggo – Dalam momentum bersejarah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-20 di Kaldera Gunung Bromo, Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) secara resmi mendeklarasikan perang terbuka terhadap korupsi di Indonesia. Deklarasi ini ditandai dengan peluncuran Maklumat Nasional: “Brantas Korupsi, Hukum Mati Koruptor”, sebuah pernyataan tegas komitmen LSM LIRA untuk melawan kejahatan korupsi yang dinilai semakin brutal dan terstruktur. Jum’at, (20/6).
“Korupsi bukan lagi kejahatan biasa. Ini adalah pengkhianatan terhadap konstitusi dan penderitaan rakyat. Jika negara tidak serius, maka yang akan hancur adalah generasi masa depan kita. Indonesia hari ini berada dalam status darurat nasional akibat korupsi,” tegas Presiden LSM LIRA, H.M. Jusuf Rizal, dalam pidato pembukaan Rakernas. Nada suaranya yang lantang menggema di antara para peserta yang hadir dari berbagai penjuru Indonesia.
Rizal menekankan bahwa LSM LIRA tidak hanya menyerukan simbolisme moral, tetapi juga mendorong tindakan konkret, yaitu penerapan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap. “Sudah saatnya negara menunjukkan keberpihakan sejati kepada rakyat, bukan kepada bandit berjubah kekuasaan,” tandasnya. Ia menyoroti para koruptor yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar dan melakukan kejahatan berulang. Hukuman mati, menurutnya, merupakan hukuman yang setimpal bagi kejahatan yang telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gubernur LSM LIRA Jawa Timur, Samsudin,SH turut menguatkan pernyataan tersebut dengan kritik tajam terhadap lemahnya penegakan hukum di Indonesia. “Kami melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana banyak kasus korupsi, baik di tingkat daerah hingga nasional, tidak ditangani dengan serius. Banyak pelaku yang masih bebas berkeliaran, bahkan tampil seolah pahlawan dalam jabatan publik. Ini bukan hanya kegagalan hukum, tapi bentuk penghinaan terhadap rasa keadilan rakyat,” ujarnya dengan nada kecewa.
Samsudin mencontohkan sejumlah dugaan kasus korupsi di Jawa Timur yang mandek di tengah jalan, mulai dari sektor proyek infrastruktur, dana hibah, hingga penyimpangan APBD. “Kami tidak butuh janji kosong. Kami ingin tindakan nyata. Bila perlu, kami akan turun ke jalan dan menggugat negara bila hukum terus dipermainkan oleh mafia kekuasaan,” tegasnya. Ancaman ini menunjukkan keseriusan LSM LIRA dalam memperjuangkan keadilan dan transparansi.
Dengan mengusung slogan “Mampukah Indonesia Melawan Korupsi?”, LSM LIRA melontarkan pertanyaan sekaligus tantangan kepada seluruh elemen bangsa untuk bersatu melawan korupsi tanpa kompromi. Gerakan ini, menurut LSM LIRA, bukan hanya bersifat moral, tetapi juga politis dan konstitusional, menuntut supremasi hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Perang terhadap korupsi adalah jihad kebangsaan. Siapa yang diam, berarti ikut membiarkan bangsa ini dirampok hidup-hidup,” demikian pernyataan tegas LSM LIRA yang mengakhiri deklarasi perang terhadap korupsi tersebut. LSM LIRA menyerukan konsolidasi nasional antar elemen sipil untuk menciptakan tekanan publik besar-besaran guna memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
(IPUL Kaperwil Jatim)