
MetronusaNews.co.id | Boltim, Sulawesi Utara – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Sulawesi Utara, Firdaus Mokodompit, dengan tegas mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) dan Kepolisian Resor Bolaang Mongondow Timur (Polres Boltim) untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas tambang emas ilegal (PETI) yang marak terjadi di wilayah Molobog Barat, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Firdaus menyampaikan bahwa kegiatan pertambangan tersebut berlangsung tanpa izin resmi dan telah menyerobot serta merusak lahan milik masyarakat, termasuk milik Hajirah Mokoginta dan Yuniarti Paputungan, yang merupakan anak dari almarhum Sidik Paputungan.
“Saya sebagai pelapor dan kuasa hukum dari pemilik lahan, mendesak Kapolda Sulut agar segera menindaklanjuti laporan kami. Lahan warga telah diserobot dan dirusak. Pihak kepolisian harus segera memasang police line dan menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal itu,” tegas Firdaus dalam pernyataannya kepada Metronusa News.
Diduga Libatkan Oknum Aparat
Firdaus juga mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari suami Hajirah Mokoginta, saat dilakukan pengukuran ulang di lokasi lahan, terdapat beberapa oknum diduga berasal dari TNI dan Polri yang berada di area pertambangan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang adanya potensi keterlibatan atau pembiaran oleh oknum aparat, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di lapangan.
“Pelaku PETI di Molobog Barat ini seolah kebal hukum. Keberadaan oknum berseragam di lokasi justru membuat publik bertanya, ada apa sebenarnya di balik tambang ilegal ini? Apakah hukum tidak berlaku bagi mereka?” tutur Firdaus dengan nada geram.
LAKI Akan Kawal Proses Hukum Hingga Tuntas
Firdaus menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal proses hukum atas dugaan penyerobotan dan perusakan lahan, serta pelanggaran aktivitas pertambangan tanpa izin tersebut. Ia meminta agar semua pihak yang terlibat, termasuk pemodal dan oknum pelindung tambang ilegal, dapat dijerat hukum secara adil dan transparan.
Aturan yang Dilanggar oleh Aktivitas Tambang Ilegal di Molobog Barat
Berikut adalah beberapa undang-undang dan pasal yang diduga dilanggar dalam kasus ini:
1. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Pasal 35 Ayat (1): Kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan oleh pemegang izin resmi dari pemerintah (IUP, IUPK, atau IPR).
Pasal 158:
”Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IUPK, atau IPR dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
2. KUHP – Tindak Pidana Penyerobotan Tanah
Pasal 385 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menjual, menyewakan, menukar, memakai sendiri, atau dengan cara apa pun juga menguasai tanah yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dipidana penjara paling lama 4 tahun.”
3. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 Ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.”
4. UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (jika kegiatan merusak kawasan hutan)
Pasal 17 dan 19:
Menjerat pelaku yang melakukan aktivitas tambang di kawasan hutan tanpa izin, termasuk dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda miliaran rupiah.
Penutup
Ormas LAKI Sulut berharap bahwa penegakan hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jika benar ada keterlibatan oknum aparat, maka hal tersebut menjadi preseden buruk dan mencoreng nama institusi penegak hukum. Firdaus Mokodompit dan timnya menyatakan akan membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi jika tidak ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum dalam waktu dekat.
(Red)