
MetronusaNews.co.id | Wonogiri — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di lingkungan pelayanan publik. Kali ini, sorotan tertuju pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, setelah seorang warga melontarkan keluhannya melalui ulasan Google terkait layanan yang dinilainya tak wajar.
Dalam unggahannya, warga tersebut menyoroti lambannya pelayanan dan menyebut adanya penarikan biaya yang tak sesuai ketentuan resmi. Ia mengklaim diminta membayar Rp300 ribu hanya karena tidak membawa KTP asli saat pengurusan pajak kendaraan bermotor—layanan yang di daerah lain, menurutnya, hanya dikenai Rp50 ribu. Tak berhenti di situ, warga itu juga menyebut adanya penarikan sebesar Rp200 ribu untuk proses buka blokir kendaraan, padahal kebijakan pemerintah menyatakan layanan tersebut semestinya gratis.
“Gak apa-apa, biar cepat kaya pegawainya,” tulisnya, menyentil sinisme terhadap integritas petugas.
Keluhan ini memicu perhatian publik karena diduga mencerminkan praktik yang kerap disebut sebagai “rahasia umum” di lingkungan Samsat sebuah persoalan kronis yang selama ini kerap dibiarkan mengendap.
Konfirmasi Pejabat: Tanggapan Normatif
Saat dikonfirmasi pada Senin (14/7/2025), dua pejabat terkait memberikan pernyataan yang cenderung normatif.
Kasatlantas Polres Wonogiri, AKP Subroto, S.H., M.H., menyatakan:
“Siap, nanti saya cek kepada anggota. Kalau anggota saya ada yang nakal, akan kami tindak.”
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Pendapatan Daerah (UPPD) Wonogiri, Senen, ST, M.Si., hanya memberikan jawaban singkat:
“Saya komunikasi dengan pihak terkait.”
Sayangnya, pernyataan seperti ini dinilai publik sebagai respons standar yang kerap tidak diikuti dengan tindakan nyata. Hingga kini, belum ada informasi resmi mengenai langkah lanjutan dari pihak berwenang terkait dugaan pungli tersebut.
Layanan Publik atau Ladang Untung?
Berbagai pihak menilai praktik seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi negara. Padahal, prinsip pelayanan publik yang bersih, transparan, dan bebas pungli merupakan amanat reformasi birokrasi yang telah lama dicanangkan pemerintah.
Lebih dari sekadar pelanggaran etika, pungutan liar juga masuk ranah tindak pidana korupsi.
Pungli Bisa Dipenjara hingga 20 Tahun
Merujuk pada Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu karena pengaruh jabatan dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Masyarakat diimbau untuk tidak ragu melaporkan jika mengalami atau menyaksikan praktik pungli dalam bentuk apa pun, baik ke aparat penegak hukum maupun ke platform pengaduan resmi seperti Saber Pungli atau Ombudsman.
( Tim/Red )