
MetronusaNews.co.id | Pasuruan, Jawa Timur – Rencana penutupan kawasan Gempol 09 di Pasuruan, yang dikenal sebagai pusat warung kopi dan diduga menjadi lokasi praktik prostitusi terselubung, menuai kecaman dari berbagai pihak. Ketua Umum LSM P-MDM DPP, Gus Ujay, dengan tegas menyoroti dampak sosial ekonomi yang akan ditimbulkan jika penutupan dilakukan tanpa solusi yang terencana.
Ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan ini.
“Mereka juga manusia. Mereka punya keluarga dan tuntutan hidup. Jangan hanya bicara penutupan, tapi pikirkan juga solusinya, berikan mereka lapangan pekerjaan,” ujar Gus Ujay dalam pernyataan resminya pada Rabu (23/7/2025).
Gus Ujay menyatakan keprihatinannya terhadap nasib para pekerja di kawasan tersebut yang sebagian besar menggantungkan hidup dari aktivitas malam hari di Gempol 09.
Menurutnya, pendekatan hukum semata tidak cukup untuk menyelesaikan masalah kompleks yang melibatkan aspek sosial dan ekonomi.
“Saya tidak punya warkop di Gempol 09. Tapi saya tahu persis bagaimana mereka harus begadang setiap malam, hanya untuk bertahan hidup,” tambahnya, menunjukkan empati mendalam terhadap situasi yang dihadapi para pekerja.
LSM P-MDM DPP sendiri, lanjut Gus Ujay, telah lama mengusulkan peraturan daerah (Perda) tentang hiburan sebagai solusi jangka panjang. Perda ini diharapkan dapat mengatur aktivitas malam hari di kawasan tersebut secara legal, manusiawi, dan kondusif.
“Kalau ada regulasi yang lemah, mestinya Pemkab bisa turun tangan memberikan solusi. Jangan serta-merta menutup tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” tegasnya.
Ia pun mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan untuk lebih bijaksana dan sensitif dalam mengambil keputusan.
“Lihatlah dari kacamata manusia. Jangan hanya dari sisi hukum. Mereka juga butuh sandaran hidup,” pungkas Gus Ujay, seraya berharap Pemkab Pasuruan dapat memberikan solusi yang berpihak pada masyarakat kecil dan memperhatikan kesejahteraan mereka.
Polemik rencana penutupan Gempol 09 ini menimbulkan perdebatan publik yang cukup intens. Perdebatan tersebut berpusat pada bagaimana menyeimbangkan penegakan hukum dengan perlindungan hak sosial dan ekonomi warga. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Pasuruan terkait rencana penutupan tersebut.
Namun, perhatian publik terhadap isu ini tetap tinggi, menuntut transparansi dan solusi yang komprehensif dari pemerintah daerah. Ke depan, diharapkan tercipta dialog konstruktif antara pemerintah, LSM, dan masyarakat untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan.
(IPUL Kaperwil Jatim)