
MetronusaNews.co.id | Labuhan Batu – Aroma busuk dugaan korupsi kembali mencuat dari desa N5 Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kepala Desa Paino kini menjadi sorotan tajam masyarakat setelah enggan memberikan klarifikasi terkait penggunaan dana desa tahun anggaran 2024 pada sektor ketahanan pangan – khususnya dalam pengadaan ternak kambing yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp 120 juta.
Masyarakat mulai gerah dan mempertanyakan transparansi proses pengadaan kambing tersebut. Sejumlah warga menduga kuat terjadi mark-up harga secara sengaja oleh oknum kepala desa. Nilai pengadaan yang dinilai tidak masuk akal itu memicu kecurigaan akan adanya praktik korupsi terselubung dengan tujuan memperkaya diri sendiri.
Masyarakat juga mempertanyakan
terkait rangkap jabatan kepala desa N5 dan juga berstatus karyawan di PTPN III.
Inspektorat harus tegas konsekuensi dalam menegakkan peraturan juga harus mengikuti peraturan berdasarkan UUD berlaku dan tidak tebang pilih dalam menjalankan peraturan pemerintah.
kepala desa tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai karyawan PTPN III atau jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang melarang rangkap jabatan bagi kepala desa.
UU Desa (UU Nomor 6 Tahun 2014):
Pasal 29 dan Pasal 51 UU ini melarang kepala desa merangkap jabatan sebagai anggota BPD, anggota DPR/DPD/DPRD, atau jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Peraturan Perundang-undangan
Larangan rangkap jabatan juga ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PTPN III.
Tujuan utama larangan ini adalah untuk menghindari konflik kepentingan antara tugas kepala desa dalam melayani masyarakat desa dan kepentingan pribadi atau jabatan lain yang mungkin bertentangan.
Jika seorang kepala desa terbukti melanggar larangan rangkap jabatan, sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis dapat diberikan. Jika pelanggaran berlanjut, pemberhentian sementara atau bahkan pemberhentian tetap dari jabatan kepala desa dapat menjadi konsekuensi.
Larangan ini memastikan kepala desa dapat fokus pada tugas dan tanggung jawabnya dalam memimpin desa dan melayani masyarakat tanpa terbebani oleh pekerjaan lain.
Menjaga integritas kepala desa dan mencegah praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Profesionalisme:
Memastikan bahwa pelayanan publik di desa berjalan secara profesional dan akuntabel.
Ada beberapa pengecualian terkait rangkap jabatan bagi perangkat desa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya, seorang perangkat desa mungkin diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pelaksana kegiatan desa atau bendahara desa, namun hal ini harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan konflik kepentingan.
Penulis
Manurung