
MetronusaNews.co.id | Lebak, Banten -Sujud syukur menjadi simbol haru dan rasa syukur mendalam yang dilakukan oleh jajaran pengurus Forwatu Banten, Senin, 4 Agustus 2025. Aksi ini digelar di depan rumah Ramadhan—seorang anak yatim—yang kini tengah dibangun menjadi hunian layak berkat dukungan penuh dari BAZNAS Provinsi Banten.
Kondisi rumah milik Ibu Uminah, ibu dari Ramadhan, sebelumnya sangat memprihatinkan. Beralaskan tanah, berdinding bilik, dan hanya menggunakan terpal sebagai alas tidur, rumah tersebut telah puluhan tahun tidak layak dihuni. Kini, melalui program unggulan Forwatu Banten bertajuk “Istana Yatim/Piatu”, harapan baru mulai dibangun secara konkret.
Wakil Ketua Bidang Sosial dan Kerohanian Forwatu Banten, Gatot Supriono, menjelaskan bahwa kediaman Bu Uminah telah menjadi salah satu target utama pembangunan sosial berbasis kepedulian komunitas.
> “Kami telah melakukan pemetaan kebutuhan, dan rumah Bu Uminah termasuk yang paling mendesak. Setelah berbagai upaya, akhirnya usulan kami diterima oleh BAZNAS Provinsi Banten. Kami bersyukur atas kepercayaan dan komitmen dari pihak BAZNAS,” jelasnya.
Sementara itu, Zaelani, Koordinator Pembangunan “Istana untuk Ramadhan”, menyampaikan bahwa proyek pembangunan kini berada sepenuhnya dalam tanggung jawab BAZNAS Provinsi Banten dan akan diselesaikan secara menyeluruh.
> “Kami melaksanakan aksi simbolik sujud syukur hari ini sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih. Proses pembangunan sudah berjalan beberapa persen dan akan terus dilanjutkan hingga selesai,” ujar Zaelani.
Puncak momen haru terjadi saat Ibu Uminah menyampaikan ungkapan syukurnya. Dalam tangis yang tak mampu ia bendung, Ibu Uminah menggenggam tangan relawan dan dengan suara bergetar mengucap:
> “Haturnuhun Pak Arwan… Haturnuhun BAZNAS… Akhirna Ramadhan gaduh rompok anu sae…”
(Terima kasih Pak Arwan… Terima kasih BAZNAS… Akhirnya Ramadhan memiliki rumah yang layak…)
Ucapan itu bukan sekadar bentuk terima kasih, tetapi refleksi dari rasa lega dan kebahagiaan mendalam seorang ibu yang selama ini hanya bisa berharap dalam diam.
Kisah ini menjadi catatan penting bahwa ketika media sosial kontrol, lembaga zakat sebagai instrumen negara, dan komunitas masyarakat sipil bersinergi, maka transformasi sosial bukanlah utopia—melainkan sebuah kenyataan.
(Achmad N)