
MetronusaNews.co.id | Gunungsitoli, 12/08/2025 – Kasus dugaan perampokan dan penganiayaan terhadap sopir taksi online Maxim berinisial IZ di Hilinaa, Gunungsitoli, pada Senin (3/3/2025) memicu pertanyaan publik. Korban menuding Polres Nias tidak melakukan penahanan terhadap dua pelaku berinisial PZ dan OZ, meski mengaku keduanya tertangkap tangan di lokasi kejadian. Ironisnya, mobil milik korban justru disita, sementara pelaku yang disebut residivis dan preman pasar tetap bebas berkeliaran.
Peristiwa tersebut telah dilaporkan korban melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/132/III/2025/SPKT/POLRES NIAS/POLDA SUMATERA UTARA, dengan sangkaan Pasal 368 KUHP dan/atau Pasal 351 KUHP. Namun, hingga kini korban mengaku belum melihat tindakan hukum nyata terhadap pelaku.
Menurut keterangan korban, pagi hari sekitar pukul 09.18 WIB, pelaku PZ memesan taksi Maxim dari RM Lapo Manurung, Pelabuhan Angin, menuju Sihareo Siwahili. Dari aplikasi itu, pelaku mendapatkan nomor telepon korban.
Sore harinya sekitar pukul 17.17 WIB, PZ menghubungi korban melalui WhatsApp, meminta dijemput di Jalan Ahmad Yani, Gunungsitoli, untuk diantar ke Hilinaa. Pelaku PZ duduk di kursi depan, sementara rekannya OZ duduk di kursi tengah belakang.
Di perjalanan, PZ menawarkan rokok kepada korban. Setelah menghisap rokok tersebut, korban mengaku merasa lemas dan mengantuk. Pelaku yang disebut berbau minuman keras dan diduga pengguna narkoba mengarahkan kendaraan ke pekarangan rumah kosong di Hilinaa.
Sesampainya di lokasi yang sepi, kedua pelaku turun dan berdiri di belakang mobil. Pelaku PZ kemudian merampas kunci mobil korban, memicu teriakan minta tolong. Saat korban berusaha merebut kembali kunci mobilnya, terjadi aksi dorong dan tandukan kepala yang membuat korban mengalami luka di tangan dan bibir.
Warga sekitar yang mengenal pelaku sebagai preman pasar menyarankan korban melapor ke polisi. Beberapa anggota Intel Kodim 0213 Nias dan personel Polres Nias tiba di lokasi. Kunci mobil yang dirampas pelaku berhasil diamankan oleh Kanit 1 Reskrim Ipda Mustika Sembiring.
Korban dibawa ke Polres Nias untuk membuat laporan, sementara mobilnya dibawa oleh anggota polisi. Setelah menjalani visum di RS Bethesda Gunungsitoli, korban melaporkan kejadian tersebut secara resmi.
Namun, hingga saat ini mobil korban masih ditahan di Polres Nias. Menurut korban, alasan penahanan mobil adalah adanya surat perintah dari pihak bernama Antoni, yang disebut sebagai pemilik jasa debt collector di Medan. Korban menegaskan tidak mengenal pihak tersebut dan menyebut para pelaku tidak memiliki hak hukum atas mobilnya.
Korban IZ meminta Polres Nias menangkap dan memproses hukum PZ, OZ, serta pihak yang memberi perintah. Ia juga menuntut pengembalian mobilnya agar dapat kembali bekerja.
“Saya mengalami luka dan kerugian materiil. Mobil saya disita, pelaku bebas berkeliaran bahkan mengintimidasi saya di kantor polisi. Ini jelas melawan hukum,” ujarnya.
Korban mengacu pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Peraturan OJK No. 29/POJK.05/2014, yang menegaskan bahwa penarikan kendaraan oleh debt collector tanpa prosedur sah, apalagi disertai kekerasan, merupakan tindak pidana.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Nias belum memberikan keterangan resmi terkait alasan tidak dilakukannya penahanan terhadap pelaku maupun dasar hukum penahanan mobil korban. (Deni Zega)