
MetronusaNews.co.id | Nias Selatan, Sumut – Sebagai praktisi Hukum, Pengacara dan juga Dewan Pengurus Pusat Organisasi TUWU NIAS SELATAN, sangat menentang praktik pungutan liar yang dilaporkan di Kejari NIAS Selatan Oleh LN Pelapor Korban Guru (Penerima Insentif Dana Terpencil).
Efri Darlin M Dachi, dengan tegas Pungutan Liar yang dilakukan dan diduga Kuat Oleh Oknum Kepala Sekolah Atas perintah Oknum ASN di Dinas Pendidikan NIAS Selatan adalah merupakan tindakan ilegal dan tidak etis. Pungutan liar dapat merugikan masyarakat, menciptakan ketidakadilan, dan menghambat pembangunan terkhusus di dunia pendidikan. Pungkas Efri
Dalam konteks hukum, pungutan liar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau pemerasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penindakan hukum yang tegas terhadap pelaku pungutan liar.
Efri Darlin M Dachi pengacara dan konsultan hukum di LAW FIRM EDMD & ACCOSIATE Putra daerah yang peduli atas kamajuan daerahnya itu Nias Selatan, memeberikan beberapa pandangan yang dimana bisa dapat masyarakat lakukan sebagai berikut:
1. *Mengedukasi masyarakat*: tentang hak-hak mereka dan cara melaporkan praktik pungutan liar.
2. *Mendukung penindakan hukum*: terhadap pelaku pungutan liar.
3. *Mempromosikan transparansi*: dalam pengelolaan keuangan dan administrasi publik.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan transparan, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik.
Pungutan liar (pungli) diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berikut beberapa pasal yang terkait dengan pungutan liar:
– *Pasal 12 huruf e*: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
– *Pasal 423 KUHP*: Pegawai negeri yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa orang lain menyerahkan sesuatu atau melakukan pembayaran dapat dipidana penjara selama-lamanya 6 tahun.
– *Pasal 368 KUHP*: Pemerasan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dipidana penjara paling lama 9 tahun.
– *Pasal 12 B jo. Pasal 12 C*: Penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi.
Selain itu, Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) juga diterbitkan untuk memberantas praktik pungli di Indonesia terkhusus (Nias Selatan).
Pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Nias Selatan *Sokhi Atulo Laia* berikap tegas dalam memutus rantai pungutan liar (pungli) dengan melakukan berbagai upaya dan langkah tepat yang diambil:
• Kepala Daerah Memberhentikan ASN yang diduga kuat Memerintahkan Kepala sekolah pelaku Pungli, bertujuan membantu APH dan Korban, Saksi dalam memudahkan proses hukum.
• Kepala Daerah Menajamin Perlindungan Hukum Kepada Saksi Korban Guru-guru baik ke kepal sekolah agar dapat mereka nyaman dalam memberikan keterangan di APH.
– Kepala daerah Berkomitmen mendorong Penegakan yang tegas terhadap pelaku pungli dengan melibatkan aparat penegak hukum seperti kepolisian (Polres Nisel) dan Kejaksaan (Kejari Nisel)
– *Peningkatan Pengawasan*: Pemerintah daerah meningkatkan pengawasan melalui patroli rutin setiap Kantor Dinas yang rawan pungli, Dinas pendidikan.
– *Sosialisasi dan Edukasi*: Pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pengelolan birokrasi yang baik Pembentukan Tim Saber Pungli. Transparansi Pengelolaan Keuangan.
Pemerintah Daerah juga sebaiknya melibatkan Masyarakat, Media, LSM/Ormas harus berperan aktif dalam pengawasan dan pelaporan pungli, Media, LSM/Ormas menjadi Mata dan Telinga” pemerintah dalam mencegah dan memberantas pungli tersebut.