
MetronusaNews.co.id | Jakarta – LSM Harimau menilai pemberian tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan untuk anggota DPR RI, ditambah dengan pajak penghasilan yang justru ditanggung negara, adalah bentuk nyata dari ketidakadilan struktural yang semakin memperlebar jurang antara pejabat dan rakyat pekerja.
“Ini sudah bukan lagi sekadar fasilitas, tapi simbol kemewahan yang menyakiti hati rakyat. Bayangkan, buruh pelabuhan yang mengangkat barang dari pagi sampai malam harus tinggal di kontrakan sempit. Sementara anggota DPR bukan hanya mendapat gaji besar, tapi juga tunjangan rumah puluhan juta, dan pajaknya pun dibayar negara. Ini sungguh tidak adil,” tegas Neville GJ Muskita, Ketua DPW LSM Harimau DKI Jakarta, dalam keterangan persnya.26/08/2025.
*Fakta Ketimpangan*
Tunjangan rumah DPR Rp50 juta/bulan setara dengan 70 kali sewa kontrakan buruh di Jakarta Utara.
Total Rp28,7 miliar/bulan dikeluarkan negara hanya untuk tunjangan rumah DPR.
Pajak Penghasilan DPR ditanggung negara, sementara buruh & karyawan biasa membayar sendiri dari gajinya.
“Negara yang berdiri di atas keringat buruh, justru menekan mereka dengan pajak. Sedangkan para pejabat menikmati gaji bersih tanpa potongan. Jika ini dibiarkan, jurang ketidakadilan sosial akan semakin lebar,” lanjut Neville.
*Tuntutan LSM Harimau*
1. Hentikan kebijakan tunjangan rumah DPR yang berlebihan.
2. Cabut fasilitas PPh Ditanggung Negara (PPh-DTP) untuk pejabat, agar setara dengan rakyat biasa.
3. Alihkan anggaran DPR ke pembangunan perumahan buruh dan pekerja informal.
*Pesan Tegas*
LSM Harimau mengingatkan, apabila pemerintah dan DPR terus menutup mata terhadap ketimpangan ini, maka bukan tidak mungkin rakyat akan kehilangan kepercayaan pada institusi negara.
“Buruh pelabuhan adalah wajah nyata Indonesia. Jika mereka terus diabaikan, jangan salahkan rakyat bila memilih turun ke jalan menuntut perubahan,” pungkas Neville GJ Muskita.
(Ratih)