
MetronusaNews.co.id | Banjarnegara – Warga Desa Danareja, RT 001/RW 002, Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, semakin geram dengan aktivitas penjualan obat-obatan terlarang di wilayah mereka. Lokasi yang berada di sebelah sebuah optik ini telah berulang kali diperingatkan oleh warga, namun tetap nekat beroperasi. Diduga, sang penjual mendapat perlindungan dari oknum organisasi masyarakat (ormas) tertentu, yang semakin memperumit situasi.
Tim wartawan Metronusanews.Co.Id melakukan investigasi langsung ke lokasi pada Rabu 26 Maret 2025 untuk mengungkap kebenaran laporan warga. Hasilnya mengejutkan—memang benar ada aktivitas penjualan obat-obatan terlarang di tempat tersebut. Tak hanya itu, di lokasi juga terlihat sejumlah oknum ormas yang sedang berkumpul bersama sang penjual.
Saat wartawan mencoba mengabadikan bukti dalam bentuk foto, mereka diketahui oleh salah satu oknum anggota ormas. Situasi pun menjadi tegang. Wartawan Metronusanews mendapat ancaman dan dipaksa menyerahkan kartu tanda pengenal (KTA). Parahnya, kartu identitas tersebut difoto tanpa izin, yang menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan intimidasi lebih lanjut.
Menanggapi perlakuan yang di terima oleh Wartawan Metronusa News, Michael Hutasoit selaku Pimpinan Umum mengatakan “Kejadian intimidasi yang di dapat wartawan Metronusa News tidak bisa di toleransi, dalam Hal ini Kebebasan Pers sudah di jajah demi melindungi Oknum perusak mental anak bangsa dengan berjualan obat terlarang. Saya berharap Polri segera bertindak tegas”, Ungkapnya.
Dalam statemen lanjutannya, Pimpinan Umum Metronusa News akan mengambil langkah-langkah hukum dalam menyikapi kejadian ini.
“Jika kejadian ini di biarkan, maka kebebasan Pers semakin terjepit dan Oknum Penjual Obat terlarang semakin marak terjadi. Ini akan merusak mental generasi bangsa ini. Kapolri harus melihat lebih intensif persoalan penjualan obat terlarang ini demi selamatnya generasi bangsa indonesia”, Tutupnya.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap aparat penegak hukum. “Sudah berkali-kali ditegur, bahkan warga juga melapor, tapi tetap saja mereka beroperasi. Kalau terus begini, siapa yang bisa menjamin keamanan kami?” ujarnya.
Dalam kasus peredaran obat-obatan terlarang dan intimidasi terhadap wartawan di Desa Danareja, terdapat beberapa potensi pelanggaran hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia:
1. Peredaran Obat-obatan Terlarang.
Aktivitas penjualan obat terlarang melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan :
– Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana dengan penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar,
– Pasal 197: Setiap orang yang mengedarkan obat-obatan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
– Pasal 114: Setiap orang yang menawarkan, menjual, atau mengedarkan narkotika dapat dipidana dengan hukuman 5 hingga 20 tahun penjara atau hukuman mati jika dalam jumlah besar,
– Pasal 127: Penyalahguna narkotika juga dapat dijatuhi pidana rehabilitasi atau hukuman penjara.
2. Dugaan Perlindungan oleh Oknum Ormas.
Jika benar ada oknum ormas yang melindungi peredaran obat terlarang, mereka bisa dijerat dengan:
– Pasal 55 dan 56 KUHP (Turut serta dan membantu tindak pidana)
Setiap orang yang membantu atau bersekongkol dalam tindak pidana dapat dikenakan hukuman yang sama atau lebih ringan dari pelaku utama.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan :
– Pasal 59 Ayat (3) huruf c: Ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketertiban umum, atau melanggar hukum lainnya,
– Pasal 82: Jika melanggar, ormas bisa dibubarkan dan pengurusnya dapat dipidana sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Intimidasi terhadap Wartawan.
Tindakan mengancam, mengambil, atau memfoto kartu identitas wartawan secara paksa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kebebasan pers dan tindak pidana umum, antara lain:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers :
– Pasal 4 Ayat (3): Wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi tanpa tekanan atau ancaman,
– Pasal 18 Ayat (1): Setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta,
– Pasal 368 KUHP (Pemerasan dan Pengancaman).
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan suatu barang dapat dipidana dengan hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pihak kepolisian dan pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan tegas. Jika dibiarkan, tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan ancaman terhadap kebebasan pers dan penegakan hukum di wilayah tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, diharapkan ada tindakan nyata dari pihak aparat yang berwenang untuk menertibkan lokasi tersebut. Warga berharap pihak kepolisian segera turun tangan sebelum situasi semakin tidak terkendali. Sementara itu, tim redaksi Metronusa News akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan kebebasan pers tetap terjaga tanpa ada ancaman dari pihak mana pun. (TIM/Red)
Sumber : Tim Metronusa News