
MetronusaNews.co.id | Jakarta – Pelayanan publik yang cepat dan transparan seharusnya menjadi wajah birokrasi modern. Namun, sayangnya, harapan itu seolah buyar ketika menyaksikan lambannya pelayanan di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebuah kasus yang dialami warga berinisial Tepos (nama samaran) menjadi potret buram dari pelayanan yang terkesan “asal nanti”.
Tepos datang ke kantor Kecamatan Jagakarsa pada Kamis, 17 April 2025 pukul 09.30 WIB, membawa berkas penting untuk pengurusan surat keterangan ahli waris. Dokumen ini sangat krusial, lantaran berhubungan dengan proses hukum yang sedang dijalaninya, dan bahkan ditunggu oleh pihak pengacaranya untuk dilengkapi di pengadilan.
Namun yang didapat, hanya jawaban normatif: “Belum bisa, nanti dihubungi lewat telepon atau WhatsApp.”
Sudah hampir sepekan berlalu, janji itu tinggal janji. Tidak ada kabar lanjutan, tidak ada kejelasan, bahkan sekadar itikad proaktif pun nihil.
Birokrasi Lamban, Ada Apa dengan Jagakarsa?
Pertanyaan besar pun muncul: apakah pelayanan publik di Kecamatan Jagakarsa memang seburuk ini? Ataukah memang masyarakat harus menyisipkan “sesuatu” dulu agar berkasnya cepat diproses? Ironis, sebab di dinding kantor kecamatan terpampang besar tulisan “Zona Integritas Bebas Pungli”.
“Saya heran, kenapa kelurahan bisa lebih cepat, cuma dua hari. Ini kecamatan kok seperti jalan di tempat? Padahal ini urusan penting, sudah lengkap berkasnya,” ujar salah satu warga yang juga ikut antre di kantor kecamatan saat bertemu media pada Rabu (24/4/2025).
Kekecewaan juga dilontarkan oleh awak media yang mencoba mengonfirmasi ke pihak kelurahan. Hasilnya? Proses seperti ini seharusnya tidak makan waktu lama jika memang tidak ada kendala administratif.
Masyarakat bukan bola yang bisa ditendang ke sana kemari oleh aparat birokrasi. Apalagi jika urusannya menyangkut hak hukum yang mendesak. Ketika aparatur sipil negara digaji dari uang rakyat, maka seharusnya juga melayani rakyat dengan cepat dan tanggap – segercep mereka menerima gaji di awal bulan.
“Kami hanya ingin pelayanan yang fair dan profesional. Jangan sampai muncul dugaan bahwa pelayanan baru bergerak kalau ada cuan,” kata salah satu warga lainnya.
Para pakar hukum di jakarta juga sering menyoroti kasus seperti lambannya pelayanan administrasi publik di kantor kecamatan, terdapat beberapa aturan perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum dan dasar keluhan masyarakat. Berikut adalah regulasi utama yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Pasal 2:
Prinsip pelayanan publik antara lain: kejelasan, kepastian waktu, dan profesionalisme.
Pasal 21 huruf c dan d:
Penyelenggara pelayanan publik wajib:
Menyusun dan menetapkan standar pelayanan,
– Memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan tersebut.
Pasal 29:
Masyarakat berhak:
– Mendapatkan pelayanan yang berkualitas, transparan, dan akuntabel,
– Menyampaikan pengaduan apabila mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai.
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 10:
Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) termasuk kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, dan pelayanan yang baik.
3. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik
Mengatur tentang kewajiban pemerintah menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat terkait buruknya layanan.
4. Peraturan Menteri PANRB Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Mengharuskan setiap instansi (termasuk kecamatan) menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang memuat:
– Waktu pelayanan,
– Prosedur dan mekanisme,
– Biaya,
– Jaminan pelayanan,
– Penanganan pengaduan.
5. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Menegaskan pelayanan publik bebas pungli dan memperkuat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam birokrasi.
Kini, masyarakat berharap ada perbaikan signifikan dari pihak Kecamatan Jagakarsa. Apalagi di era digital seperti sekarang, alasan “tunggu kabar via WA” seharusnya tak lagi relevan untuk menutupi ketidakseriusan dalam bekerja.
Catatan untuk Pemerintah Daerah:
Zona integritas bukan hanya slogan di spanduk, tapi harus menjadi napas dalam pelayanan. Pemerintah kota Jakarta Selatan dan Inspektorat DKI Jakarta perlu mengevaluasi kinerja oknum-oknum yang justru memperburuk citra pelayanan publik. (TIM/Red)