
MetronusaNews.co.id | BMR, Sulut – Aktivis pemerhati lingkungan hidup, Mat Abo’ Mokoginta, mengangkat suara lantang terkait maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR), Sulawesi Utara. Ia menyampaikan keprihatinan mendalam atas dampak buruk yang ditimbulkan dari kegiatan ilegal tersebut, baik dari sisi hukum maupun lingkungan.
“Saya sangat prihatin. Pertambangan emas tanpa izin yang terus berlangsung di berbagai wilayah BMR ini mengancam kelestarian lingkungan dan berpotensi menyebabkan kerusakan hutan secara permanen,” tegas Mat Abo’ dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi.
Menurutnya, praktik PETI tidak hanya merupakan pelanggaran serius terhadap hukum, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem dan kualitas hidup masyarakat. “Kalau ini terus dibiarkan, bukan hanya hutan yang rusak, tetapi juga kualitas air, tanah, bahkan udara yang bisa tercemar oleh bahan-bahan berbahaya dari aktivitas pertambangan,” imbuhnya.
Mat Abo’ menilai lemahnya pengawasan serta kurangnya tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah menjadi salah satu penyebab semakin meluasnya kegiatan PETI di kawasan tersebut. Ia mendesak aparat untuk segera menutup seluruh lokasi tambang ilegal dan menindak pelakunya sesuai hukum yang berlaku.
“Kami menuntut pemerintah daerah dan penegak hukum untuk tidak tinggal diam. Penindakan harus dilakukan agar lingkungan kita tidak terus-menerus dikorbankan demi kepentingan sesaat,” ucapnya.
Landasan Hukum
Kegiatan pertambangan tanpa izin secara tegas dilarang oleh undang-undang. Hal ini diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan bahwa:
Pasal 158 menyebutkan:
> “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Dengan demikian, kegiatan pertambangan emas ilegal yang terjadi di wilayah BMR merupakan pelanggaran hukum pidana yang dapat dikenakan sanksi berat.
Mat Abo’ juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Ia mengingatkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan dari PETI bersifat jangka panjang dan akan diwariskan kepada generasi mendatang.
“Kita harus berpikir jauh ke depan. Jangan sampai demi keuntungan sesaat, kita meninggalkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi untuk anak cucu kita nanti,” pungkasnya.
Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta instansi terkait diharapkan segera mengambil langkah konkret dalam menyikapi kondisi ini demi menyelamatkan lingkungan dan menegakkan hukum secara adil.
(Steven Tombeng | Sulut_Metronusa News)