
MetronusaNews.co.id | Bolaang Mongondow Raya (BMR), 4 Juni 2025 – Aktivis lingkungan dan sosial dari wilayah Bolaang Mongondow Raya, Mat Abo’ Mokoginta, menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak serius Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang kian merajalela di berbagai daerah. Menurutnya, PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam langsung keberhasilan Program Ketahanan Pangan yang menjadi prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto.
“PETI telah merusak lahan-lahan pertanian produktif, mencemari air, memicu konflik sosial, dan menghambat masuknya investasi pertanian. Ini jelas menghambat cita-cita besar Presiden untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan,” tegas Mat Abo’ dalam keterangannya.
Dampak Serius PETI terhadap Ketahanan Pangan
1. Kerusakan Lahan Pertanian
Aktivitas PETI merusak tata ruang dan menghancurkan lahan pertanian subur. Tanah yang dulunya produktif kini tak lagi bisa ditanami, berdampak pada penurunan produksi pangan nasional.
2. Pencemaran Air dan Tanah
Penggunaan merkuri dan sianida pada proses tambang ilegal mencemari sumber air dan tanah. Tanaman pangan terkontaminasi logam berat, membahayakan konsumen dan menurunkan hasil panen.
3. Konflik Lahan dan Sosial
PETI sering menimbulkan gesekan antara petani dan penambang liar, bahkan melibatkan masyarakat lokal melawan investor ilegal. Hal ini menciptakan instabilitas sosial di daerah pedesaan.
4. Penggundulan Hutan Penyangga
Deforestasi akibat PETI mengganggu keseimbangan iklim mikro. Dampaknya adalah peningkatan risiko banjir dan kekeringan yang langsung merusak infrastruktur pertanian.
5. Hambatan Investasi
Wilayah yang dikuasai PETI menjadi zona merah bagi investor legal. Program pembangunan kawasan sentra pangan pun terancam gagal terealisasi.
Aturan Hukum yang Dilanggar oleh PETI
Aktivitas PETI melanggar berbagai ketentuan hukum di Indonesia, antara lain:
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 98 dan 99: Ancaman pidana bagi pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Pasal 69 huruf a, b, dan f: Melarang kegiatan yang menyebabkan pencemaran air dan tanah serta perusakan ekosistem.
UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan:
Pasal 44: Mengatur larangan alih fungsi lahan pertanian secara ilegal tanpa izin.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA):
Penambangan tanpa hak atas tanah adalah pelanggaran terhadap ketentuan penguasaan dan penggunaan tanah.
Penutup
Mat Abo’ menegaskan bahwa penertiban PETI bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap kedaulatan pangan nasional.
“Kalau PETI dibiarkan, maka ketahanan pangan hanya akan jadi slogan. Negara harus hadir, tegas, dan berpihak pada rakyat yang menggantungkan hidupnya dari tanah dan air,” pungkasnya.
( Red )