
MetronusaNews.co.id | Purbalingga, Jawa Tengah Aktivitas penambangan galian C dengan menggunakan alat berat di Desa Lamuk, Kabupaten Purbalingga, memicu polemik di tengah masyarakat. Sejumlah warga dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyuarakan kekhawatiran atas dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
Beberapa warga menyampaikan bahwa keberadaan penambangan dengan alat berat merusak lingkungan, mengancam keberlangsungan penambang tradisional, serta mengikis kearifan lokal. Mereka juga menyoroti minimnya transparansi dalam perizinan serta tidak adanya sosialisasi sebelumnya.
“Tambang alat berat merusak alam dan menyingkirkan penambang manual. Lambat laun, tradisi lokal akan hilang. Terlebih, tidak ada sosialisasi atau izin yang jelas kepada masyarakat,” ujar salah satu perwakilan warga.
Pernyataan ini diperkuat oleh Kepala Desa Lamuk, yang secara tegas menolak keberadaan penambangan alat berat di wilayahnya.
“Kami bersama perangkat desa dan masyarakat menolak aktivitas tambang galian C menggunakan alat berat. Selain merusak lingkungan, tidak ada proses reklamasi pasca-penambangan. Kami juga tidak pernah mengeluarkan izin apa pun kepada pihak manapun,” tegas Kepala Desa.
Camat setempat juga turut memberikan pernyataan. Ia berharap permasalahan ini segera menemukan solusi, dan stabilitas sosial tetap terjaga.
“Kami mengapresiasi penyampaian aspirasi warga yang berlangsung damai. Saya harap semua pihak menahan diri agar situasi tetap kondusif,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Polres Purbalingga menyampaikan bahwa pihaknya ditugaskan langsung untuk mengamankan jalannya aksi damai oleh warga.
“Kami hadir atas undangan pemerintah desa untuk mengawal aksi penyampaian aspirasi. Alhamdulillah, kegiatan berjalan lancar dan aman,” ujarnya.
Perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga hadir dan menyampaikan bahwa CV Pekacangan, sebagai pelaksana kegiatan tambang, telah mengantongi izin resmi dari pemerintah pusat.
“CV Pekacangan memiliki izin yang sah. Namun, dengan adanya polemik ini, kami akan melaporkannya ke pusat untuk bahan evaluasi,” kata pihak DLH.
Sementara itu, CV Pekacangan membantah tuduhan bahwa mereka tidak memiliki izin atau lalai dalam reklamasi.
“Izin kami legal dan bisa diverifikasi. Bahkan kami sudah pernah mendapatkan persetujuan dari kepala desa sebelumnya. Kami juga sudah melakukan reklamasi di sejumlah titik dan memiliki bukti dokumentasinya,” ujar perwakilan CV Pekacangan.
Mereka juga menambahkan bahwa beberapa lahan yang telah direklamasi kini bisa kembali digunakan untuk pertanian.
“Kami selalu siap melakukan reklamasi. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, justru kami tidak diperbolehkan oleh pihak desa untuk melanjutkan reklamasi. Boleh dicek, lahan yang sudah direklamasi kini subur kembali dan bisa dimanfaatkan petani,” imbuhnya.
(Ratih/Ald)