
MetronusaNews.co.id | Medan — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara kini tengah mengusut dugaan tindak pidana manipulasi data kependudukan atas nama Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus dan/atau Sihar Sitorus. Penyelidikan ini merujuk langsung pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yang mengatur perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Kasus ini mulai ditangani secara resmi sejak diterbitkannya Laporan Informasi Nomor: R-LI/35/I/2025/Ditreskrimsus pada 14 Januari 2025, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP-Lidik/40/I/2025/Ditreskrimsus dan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin-gas/135/I/2025/Ditreskrimsus tertanggal 15 Januari 2025.
Dalam surat pemberitahuan yang ditujukan dari pelapor pada media Jum’at (4/7/2025), disebutkan bahwa tim dari Unit 4 Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumut telah mulai melakukan penyelidikan atas dugaan pemalsuan elemen data kependudukan. Dugaan tersebut mencakup:
– Penggunaan dua nama identik namun berbeda identitas untuk keperluan dokumen resmi,
– Kemungkinan pemalsuan elemen-elemen penting seperti NIK, tempat/tanggal lahir, dan alamat,
– Penggunaan dokumen yang diduga manipulatif dalam urusan pertanahan dan pendidikan tinggi.
Tim penyelidik telah menjalankan langkah awal berupa:
– Melengkapi administrasi penyelidikan,
– Berkoordinasi dengan dinas dan instansi terkait, seperti Disdukcapil dan BPN,
– Mengumpulkan dokumen dan bahan keterangan awal.
Selanjutnya, rencana tindak lanjut adalah pengumpulan bukti permulaan untuk menguatkan unsur dugaan pidana dan membuka jalan bagi proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini menyedot perhatian lantaran nama Sihar Sitorus dikenal luas dalam dunia bisnis dan politik. Jika terbukti benar, manipulasi data oleh figur publik bisa menjadi pukulan telak terhadap integritas sistem administrasi kependudukan nasional.
Beberapa dokumen yang telah beredar menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara data pada KTP, sertifikat tanah, dan dokumen pendidikan yang digunakan oleh yang bersangkutan. Hal ini memicu kecurigaan bahwa identitas ganda sengaja dipakai untuk memuluskan urusan legal-formal tertentu.
“Ini bukan sekadar soal KTP ganda, tapi soal kepercayaan publik terhadap sistem negara. Kalau tokoh publik bisa bermain data, bagaimana nasib warga biasa?” ungkap seorang aktivis hukum di Medan yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Kasus manipulasi data kependudukan bukanlah hal sepele. Selain berpotensi melanggar hukum pidana, hal ini juga bisa berdampak sistemik terhadap legitimasi kepemilikan aset, keabsahan hak hukum, hingga potensi pencucian uang.
Langkah Polda Sumut dalam mengusut kasus ini dipandang sebagai sinyal baik terhadap keseriusan negara melawan praktik kecurangan administratif yang sering luput dari pengawasan publik.
Namun demikian, masyarakat kini menanti komitmen yang lebih tegas: akankah penyelidikan ini transparan dan tuntas, atau berhenti pada formalitas surat-menyurat? (TIM/Red)
Redaksi: Media ini akan terus mengawal proses hukum atas laporan dugaan manipulasi data kependudukan ini. Kami membuka ruang bagi siapa pun yang memiliki data, pengalaman serupa, atau informasi relevan untuk turut berkontribusi dalam menegakkan keadilan administratif di Indonesia.