
MetronusaNews.co.id | Bogor – Aktivitas tambang pasir ilegal di Kampung Kebon Teh, Desa Cinangka, Kabupaten Bogor, terus berjalan tanpa hambatan. Meski aturan jelas melarang pertambangan tanpa izin, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor diduga tutup mata atas keberadaan tambang tersebut.
Kepala Desa Cinangka, Abdurahman, saat dimintai keterangan oleh awak media membenarkan adanya aktivitas tambang pasir di wilayahnya. Menurutnya, hingga kini pihak desa belum mengambil langkah lebih jauh karena tidak ada laporan maupun keluhan resmi dari masyarakat, Selasa(26/8/25).
“Karena tidak ada laporan dan keluhan warga, dan itu merupakan sumber mata pencaharian warga untuk makan sehari-hari mereka,” ungkap Abdurahman kepada awak media.
Pernyataan itu menimbulkan tanda tanya. Sebab, aktivitas pertambangan pasir tanpa izin dapat menimbulkan dampak serius, mulai dari kerusakan lingkungan hingga ancaman bencana alam seperti longsor dan banjir.
“Tambang pasir itu membuat sumur kami mengering, Kami berharap kepada pak bupati agar segera melihat kondisi di daerah ini”, keluhan salah satu warga yang sudah sepuh yg tidak mau namanya disebutkan.
Keluhan warga tersebut hanya ditanggapi dingin oleh Kades Cinangka karena tidak ada laporan langsung ke Kepala Desa.
Hingga berita ini diterbitkan, DLH Kabupaten Bogor belum memberikan tanggapan resmi terkait aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Cinangka. Sementara warga dan pemerhati lingkungan mendesak pemerintah daerah untuk turun tangan, agar keberlangsungan hidup masyarakat serta kelestarian lingkungan tetap terjaga.
Dampak kerusakan alam akibat tambang pasir ilegal sangat beragam, mulai dari kerusakan lahan dan tanah seperti erosi, longsor, hingga hilangnya kesuburan tanah. Selain itu, terjadi pula pencemaran air dan udara akibat debu dan limbah, kerusakan ekosistem sungai dan laut, yang memengaruhi kehidupan biota air dan nelayan. Kegiatan ini juga menyebabkan degradasi lingkungan fisik secara keseluruhan, merusak bentang alam, dan menghambat fungsi resapan air, serta mengancam ketersediaan pangan karena rusaknya lahan pertanian.
Dampak Lingkungan Fisik:
Erosi dan Longsor:
Pengupasan lapisan tanah dan pengerukan menyebabkan tebing dan lahan menjadi tidak stabil, sehingga sangat rentan terhadap longsor dan erosi, terutama di area perbukitan dan lereng sungai.
Kerusakan Lahan dan Tanah:
Topsoil (lapisan tanah atas) yang kaya akan unsur hara hilang, menyebabkan tanah menjadi tandus, kritis, dan tidak produktif untuk pertanian atau penanaman kembali.
Perubahan Bentang Alam:
Terbentuknya cekungan-cekungan besar dan kerusakan pada garis pantai serta pulau-pulau kecil di laut.
Gangguan
Hidrodinamika:
Penambangan secara agresif dapat mengubah aliran sungai, mengurangi daya dukung sungai, dan menyebabkan erosi dasar laut yang mengganggu populasi ikan.
Dampak Sumber Daya Air:
Pencemaran Air:
Limbah dan tumpahan dari aktivitas penambangan serta penggunaan alat berat dapat menodai dan mencemari air sungai dan perairan sekitar.
Penurunan Kualitas Air:
Tailing atau lumpur sisa tambang dapat terbawa arus dan mencemari perairan, bahkan hingga jarak yang jauh dari lokasi penambangan.
Penambangan pasir ilegal diatur dan dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 158 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Pasal 35 UU No. 3 Tahun 2020:
Mengatur bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020:
Menetapkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Sanksi dan Konsekuensi
Sanksi Pidana: Pelaku penambangan tanpa izin bisa dihukum penjara hingga 5 tahun dan denda mencapai Rp100 miliar.
Sanksi Administratif: Selain pidana, terdapat juga sanksi administratif yang dapat dikenakan.
(Syarif)